Sudah pernah melihat dan mendengar
caramu bercerita? Sesekali lihat, rasakan dan dengarkan. Perhatikan
benar cara kamu tertawa; kerenyahannya, keriangannya, kelucuannya,
semuanya. Perhatikan benar juga bagaimana kamu menggerak-gerakkan
tanganmu lucu mencontohkan setiap ceritamu. Mungkin saja dari sana, kamu
bisa tahu kenapa aku selalu memiliki rasa rindu.
Dan kapan pun aku menemanimu bercerita
itu, kalau saja kamu sadar, kadang aku memalingkan mukaku sebentar. Itu
karena aku takut ada kalimat yang melompat keluar, seperti ‘Aku selalu
suka ketika kamu bercerita’, misalnya. Atau sembunyi-sembunyi aku sering
mengelus dada kiriku ketika kamu tertawa. Itu juga sebenarnya untuk
menenangkan hatiku, agar tingkahku tetap wajar. Aku takut melakukan
tindakan yang memalukan karena gugup melihat tawamu.
Tapi aku suka seperti ini. Menemanimu berlama-lama bercerita seperti ini. Karena aku suka semuanya tentang kamu. Aku suka mendengar ceritamu dan merekam setiap detailnya dalam kepala. Lalu, aku akan membuka kembali file itu malam harinya, dan membayangkannya berlama-lama. Atau di lain waktu, aku memotret senyum dan tawamu diam-diam dari mataku lalu menyalurkannya, juga ke kepala. Sebelum tidur, kadang aku buka kembali file potret-potretnya. Itu sudah cukup untuk membuatku tersenyum seharian keesokan harinya.
Masalahnya kemudian adalah, seperti apa
pun kamu menganggap kedekatanku denganmu, kamu sering lupa kalau aku
juga wanita biasa. Kalau para wanita yang kamu ceritakan itu, yang
sering melakukan hal-hal konyol untuk menarik perhatianmu itu, jatuh
cinta padamu, bagaimana denganku? Bagaimana dengan aku yang hampir
setiap hari melihat dan mendengar ceritamu? Bisa kamu bayangkan
perasaanku yang harus menenangkan jantungku setiap hari? Bayangkan,
s.e.t.i.a.p h.a.r.i?
Tapi sudahlah. Aku akan nikmati ini
dulu. Menikmati kebersamaan ini dulu. Sambil mencari tahu,apa arti
kedekatanku denganmu dari kacamatamu. Aku takut menebak-nebak, karena
jika salah, aku mungkin tidak bisa melihat dan mendengar lagi ceritamu.
Tidak bisa merasakan memalingkan mukaku sebentar agar tidak ada kalimat
yang keluar atau mengelus dada kiriku untuk menenangkan hatiku lagi. Ya
sudah, seperti ini saja untuk sekarang, mungkin cukup. Setidaknya itu
cara menenangkan hatiku, merasa cukup dengan seperti ini.
Suatu hari nanti,
kalau aku tidak pernah bisa mengatakannya kepadamu, atau ternyata
kedekatanku denganmu ini memang salah tebak, aku akan memperlihatkanmu
surat ini. Untuk memberitahumu, kamu pernah kucintai. Itu kalau-kalau
aku salah tebak. Untuk sementara, aku simpan dulu surat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar